Oleh: Wahyudi Rahman |
Siapa yang tidak akan bangga jika
kampungnya dipuji oleh orang? Tokohnya disebut-sebut sebagai lakon sejarah yang
penting dan sangat dihargai. Senang sekali rasanya mendengar itu semua. Bahkan
mungkin tidak jarang kita langsung larut dalam obrolan sembari membeberkan
sederet nama lainnya untuk dibanggakan dan dibicarakan. Menyebut jasa serta apa
yang telah diberikan oleh mereka. Tidak lupa pula membandingkan satu sama
lainnya. Bisa saja obrolan seperti ini selesai sampai tengah malam. Berjam-jam
hanya untuk mengenang masa lalu. Kita bangga dengan masa silam, jangan heran
jika ada yang berkata bahwa orang Minang ini sama seperti orang Mesir, “sama-sama sangat bangga dengan masa lalu”.
Kita bangga ketika ada yang
menyebut atau mungkin kita sendiri yang mengatakannya, “Urang awak
manjadi tokoh pantiang sastra Indonesia, urang awak manjadi tokoh agamo nan
pantiang di negara ko, urang awak jadi negarawan, jadi artis,jadi jadi jadi…” Maka akan muncul sederetan
nama yang dibahas dalam percakapan itu. Tapi hey, itu semua adalah masa
lalu, sekarang bagaimana? Tulisan ini bukan berarti mengajak kita untuk tidak
menghargai masa lalu, akan tetapi hanya ingin mempertanyakan kepada kita semua,
untuk apa kita sibuk mengenang masa lalu jika hanya untuk dikenang begitu saja
dan lupa dengan masa kini? Kita terlena! Saya yakin semua tokoh itu tidak
mengharapkan namanya disebut-sebut dalam obrolan, jika itu hanya untuk
berbangga banggan.
Mengenang masa lalu yang baik
adalah ketika kita mampu mengambil pelajaran serta menjadikannya cambukan untuk
masa depan, kita memang bangga pada Buya Hamka dengan sederet jasa yang ditinggalkan
beliau, dengan tafsir Al-Azharnya, dengan sekumpulan sastranya, tapi jangan
terlena dengan kebanggaan, yang sekarang mana? Mana tokoh Minang yang telah
mengikuti jejak Buya Hamka? Yang akan menggantikan tongkat estafet dari beliau?
Kita bangga dengan Bung Hatta, Sutan
Syahrir, H. Agus Salim dan deretan negarawan lainnya yang telah berjasa untuk
bangsa ini, berperan aktif membela dan membangun Indonesia, tapi jangan terlena
dengan kebanggaan, yang sekarang mana? Mana tokoh Minang baru yang akan
melanjutkan perjuangan bapak-bapak ini ? Kita bangga, kita terlena! Jangan
sampai kenangan melupakan kita akan masa kini.