Bismillah
Melalui forum ini izinkan saya sharing pengalaman dengan kawan-kawan
saya yang sekarang menjadi bagian dari masyarakat KMM Mesir, tentang bagaimana
alumni Mesir menghadapi realita kehidupan di Indonesia ketika sudah pulang dari
Mesir nanti.
Tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian kita ketika sampai di Indonesia
mengalami shock culture, ada semacam kebingungan untuk berinteraksi dengan
realita kehidupan di Indonesia. Tidak tahu mau memulai dari mana? Gugup untuk
melakukan apa yang bisa dilakukan?! Setidak-tidaknya ini disebabkan oleh cara
pandang masyarakat kita terhadap kita, situasi perekonomian Indonesia, dan
beban gengsi sebagai "sarjana luar negeri". Saya tidak akan
berpanjang-panjang. Saya langsung saja memaparkan saran saya kepada kawan-kawan
yang akan pulang ke Indonesia.
Perlu saya tekankan bahwa apapun yang saya tulis disini adalah
pengalaman dan pandangan pribadi saya. Bisa saja tidak sama dengan pengalaman
dan pandangan kawan-kawan lain yang sudah menyelami langsung realita di
Indonesia.
Agar siap terjun menyelami realita masyarakat Indonesia dan diterima
masyarakat, selain mengantongi selembar ijazah, kawan-kawan mesti memiliki
salah satu live skill. Kata orang arab: قيمة المرء فيما يحسنه (nilai seseorang ditentukan oleh
kualitasnya)
Diantara live skill yang mesti disiapkan sebelum pulang adalah:
1.Pandai berceramah/berkhutbah
Saya punya asumsi bahwa kawan-kawan memandang; ilmu itu adalah apa yang
kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari kita, tidak mesti disampaikan di
hadapan publik dalam bentuk ceramah, dll.. Tapi Perlu disadari bahwa masyarakat
kita mengakui keberadaan kita (tepatnya mengakui keberadaan kita selaku sarjana
agama tamatan dari luar negeri) dari kemampuan kita berceramah dan berkhutbah
(Jum`at ataupun `idain).
Masyarakat umumnya hormat jikalau tahu kita adalah sarjana agama tamatan
luar negeri. Tapi mereka mengakui kealiman kita kalau kita sudah tampil
berceramah di masjid, mushalla, atau dimana saja. Bukan sekedar image. Kalau
kita tidak bisa ceramah atau tidak pernah tampil berceramah, mereka menganggap
kita biasa-biasa saja atau bahkan mempertanyakan kita; apa iya si Anu itu
tamatan Mesir? Belajar apa Dia disana? Ngapain Dia kesana?
Meskipun ini hanyalah pandangan masyarakat, saya pikir ini perlu kita
renungkan dan menjadi masukan penting bagi kita. Setuju atau tidak, sebagai
seorang yang memikul amanah ilmu dan da`i, kita perlu menghadapi masyarakat
dengan cara pandang masyarakat, bukan dengan memaksakan idealisme kita. Karena kata
Nabi: خاطبوا الناس بقدر عقولهم
(berkomunikasilah kalian dengan manusia sesuai dengan kemampuan akal mereka).
Saya pikir, dengan berceramah yang baik berarti kita sudah mentransformasikan
ilmu kepada mereka.
Untuk berceramah yang baik, saat ini kita tidak perlu lagi terbebani
bagaimana caranya membuat guyonan (apapun yang membawa jamaah tertawa saat
mendengar pengajian), karena masyarakat kita sudah mulai cerdas. Mereka lebih
cendrung memandang keilmuan yang disampaikan. Meskipun keterampilan melawak itu
perlu diselipkan dalam menyampaikan materi, agar penyajian tidak terkesan
monoton (membosankan). Pandai-pandai kita meraciknya saja. Kata Mahmud Yunus
-yang sering dipopulerkan oleh kawan-kawan dari Gontor-: الطريقة اهم من المادة (cara menyampaikan materi lebih penting
daripada materi yang disampaikan).
Anyway, kemampuan berceramah itu adalah skill, yang akan semakin tajam
apabila sering diasah. Bukan kehebatan teori. Sebaiknya rajin-rajinlah berlatih
berbicara di hadapan publik dari sekarang. Karena ketika sudah berada di
Indonesia tidak jarang kita ditodong jamaah untuk langsung naik mimbar, tanpa
pemberitahuan sebelumnya. Saya pribadi sudah berkali-kali mengalaminya. Mau
tidak mau, kita harus tampil. Dan jangan sekali-kali tampil buruk di hadapan
masyarakat. Mereka tidak mau tahu, kita tampil dengan persiapan atau tanpa
persiapan. Bagi mereka kita adalah sarjana agama tamatan luar negeri, ada nilai
lebihnya dibanding ustadz-ustadz lain yang bukan berpendidikan luar negeri.
Selain pandai berceramah, masyarakat kita kadang juga menuntut kita
untuk bisa menjadi Imam shalat berjamaah di masjid dan mushalla. Ketika menjadi
imam shalat, di sebagian masjid kita dituntut untuk bisa memimpin wirid setelah
shalat seperti yang sudah biasa mereka lakukan. Wirid-wirid mereka itu jikalau
dikaji lebih jauh ternyta berasal dari al-Qur`an dan hadits juga. Hanya saja
selama di Mesir, kita tidak terbiasa. Jadi terkesan langka. Terlepas Anda
memandangnya itu amalan bid`ah atau bukan. Tapi yang jelas masyarakat tidak
jarang mempermasalahkan, jikalau kita memimpin shalat tapi tidak memimpin wirid
setelahnya.
Pada saat akan memasuki Ramadhan, lebaran, akan melakukan perjalanan
haji, aqiqahan, atau momen-momen tertentu lainnya alumni Mesir kerap diminta
untuk memimpin do`a bersama. Tentu saja sekalian diundang untuk makan. Sambil
perbaikan gizi Pak Ustadz.
Memenuhi undangan ceramah/khutbah/menjadi imam shalat/memimpin do`a,
selain sebagai sarana untuk transformasi ilmu dan dakwah, tidak bisa dipungkiri
sebagai salah sarana penyegaran perekonomian Ustadz. Saya tidak bermaksud
menyeret Anda untuk berpikir mengamalkan ilmu dengan iming-iming Rupiah. Tapi
silahkan hadapi realita hidup di Indonesia dan sebelum pulang sebaiknya telaah
kembali ijtihad para ulama tentang "menerima ujrah karena mengajarkan
ilmu, menjadi khatib, menjadi imam, menjadi muazin, dll"
2. Pandai berbahasa Arab dan mengajarkan bahasa arab
Ketika sampai di Indonesia, tidak jarang Anda berpikir keras untuk
memiliki uang saku. Karena malu rasanya meminta ke orangtua, masa sudah sarjana
di luar negeri, masih menengadahkan tangan? Ketika sudah berpikir untuk
menikah, timbul pikiran: dengan apa istri diberi nafkah? Di Indonesia uang itu
sering terasa kecil harga. Punya uang seratus ribu sekarang tidak bisa diganti
dengan banyak barang atau jasa lagi!
Di saat itu Anda barangkali berpikir mencari pekerjaan. Dan pekerjaan
paling populer dilirik adalah berkontribusi ilmu di lembaga-lembaga pendidikan,
seperti: pesantren//MAN/MAK/ boarding school/SDIT/SMPIT/SMUIT,dll., sebagai
pengasuh di asrama ataupun menjadi guru mata pelajaran.
Sebagai informasi, saat ini di Indonesia sedang trend sistim full day
atau terpadu sejak jenjang SD-SMU. Sekolah-sekolah itu umumnya menambahkan
pelajaran bahasa Arab sebagai salah satu mata pelajaran. Sekolah-sekolah negeri
mulai dari SD-SMA juga sudah mulai menjadikan bahasa Arab sebagai muatan lokal.
Mereka butuh guru-guru bahasa Arab. Apalagi guru-guru yang memang belajar
bahasa Arab di negeri Arab. Kalau Anda diminta mengajar atau melamar pekerjaan
di sekolah-sekolah itu, Anda kerap diminta menjadi guru bahasa Arab, apapun
spesifikasi keilmuan Anda di Mesir. Bahkan untuk di perguruan tinggi, Anda
kadang diminta memberikan tambahan pelajaran bahasa arab untuk mahasiswa/i.
Jangan kaget jikalau kadang-kadang Anda diminta mentranslete sebuah
surat lembaga/pernyataan/makalah/abstrak sebuah makalah, dll. ke dalam bahasa
Arab. Apalagi jikalau Anda berdomisili di lingkungan kampus atau asrama sebuah
pesantren. Ternyata kita sering kewalahan! Jikalau menterjemahkan dari bahasa
Arab ke bahasa Indonesia, Saya yakin banyak yang mampu.
Juga jangan kaget kalau tiba-tiba Anda diminta menjadi bintang tamu dan
diminta menterjemah sebuah cuplikan video di sebuah stasiun TV. Apalagi saat
ini krisis politik di Mesir kerap memanas dan pertempuran Gaza-Israel sering
menghangat. Mereka akan mencari tamatan Mesir. Saya pernah menonton acara TV
One yang mengundang seorang tamatan Mesir dan di saat bincang-bincang itu Ia
dimintan oleh host nya untuk menterjemahkan berita yang dicuplikkan serta
menjelaskannya setelah selesai dicuplikkan. Terjemahannya ternyata sangat
menyedihkan! Bayangkan, itu ditonton oleh banyak masyarakat Indonesia.
Meskipun tidak pernah les bahasa Arab atau mengambil spesifikasi Bahasa
Arab selama di Mesir, berupayalah untuk membiasakan diri berbicara dengan
bahasa Arab dalam interaksi sehari-hari. Itu tidak membutuhkan energi banyak
kok. Hanya butuh kemauan dan keberanian untuk cuap-cuap pakai bahasa Arab
dengan orang Mesir. Atau kuasailah kemampuan dasar bahasa Arab, agar tidak
gugup ketika mengajar nanti. Sempatkan lupa untuk juga berlatih menterjemah
dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab.
Sekolah-sekolah di Indonesia saat ini sudah banyak yang memakai kitab العربية بين يديك beralih dari kitab اللغة العربية للناشئين dan kitab-kitab
lainnya. Sebelum pulang jangan lupa lihat-lihat isi kitab itu atau bawa soft
filenya. Sekalian saja bawa buku dan CDnya. Insya Allah akan sangat berguna
saat di Indonesia nanti.
Meskipun sharing ini terkesan sebagai modal untuk bekerja, tapi perlu
diingat bahwa menguasai bahasa Arab dan mengajarkannya adalah bagian dari agama
kita. Ia tidak hanya sekedar trend atau alat komunikasi, tapi alat untuk
memahami dan mengamalkan agama kita dengan benar.
بقدر ما تتعنى تنال ما تتمنى
بقدر الكد تنال المعالى
3. Hafal Al Qur`an
Selain berceramah dan mengajar bahasa Arab, keistimewaan yang semestinya
dimiliki oleh seorang sarjana tamatan Mesir adalah hafal Al-Qur`an. Karena
sebagian masyarakat kita memandang bahwa tamatan Timur Tengah pasti hafal al
Qur`an?! dan kehadiran para hafiz banyak dibutuhkan di tanah air.
Perlu diketahui bahwa di Indonesia saat ini marak diadakan ma`had tahfiz
Al-Qur`an, apapun kecendrungan dakwah dan afiliasi mereka. Di sekolah-sekolah
terpadu dan beberapa pesantren, tahfiz al-Qur`an menjadi salah satu mata
pelajaran. Manajemen sekolah banyak yang mengharapkan gurunya adalah seorang
yang hafiz al-Qur`an, apalagi tamatan Timur Tengah. Jadi, selain ditempatkan
selaku guru bahasa Arab, alumni Timur Tengah kerap ditempatkan sebagai guru
tahfiz al-Quran. Betapa indahnya dan betapa bangganya kita jikalau ggenerasi
masa depan banyak yang hafal al-Qur`an. Apalagi jikalau muhaffizhnya adalah
Anda yang saya kenal!
Di beberapa masjid besar di perkotaan, sudah mulai dilirik para imam
yang hafiz al-Qur`an, plus suaranya merdu. Sebagian masjid sudah ada yang
membuat tradisi mengkhatamkan Al Qur`an selama Qiyam Ramadhan atau setengahnya.
Mereka mengadakan i`tikaf dan imamnya membaca Al-Qur`an dengan tartil serta
berupaya mengkhatamkan Al-Qur`an. Bagi kawan-kawan aktifis, saat ini sudah
trend qiyamul lail pada acara mukhayyam mereka diimami oleh seorang yang hafiz.
Bagi kawan-kawan yang merasa kurang berbakat untuk berceramah atau
mengajar bahasa Arab, dari sekarang cobalah memanfaatkan waktu untuk menghafal
Al-Qur`an. semoga Allah merahmati Anda dan memberikan kebahagian untuk Anda di
dunia dan akhirat. Jikalau tidak bisa hafiz 5 juz, usahakanlah jadi hafiz 10
juz, jikalau tidak juga bisa, usahakan jadi hafiz 15 juz, setidak-tidaknya bisa
hafiz 30 juz.
Dari analisa sederhana saya, mereka yang bisa salah satu skill;
berceramah/khutbah, mengajar bahasa Arab, hafiz Al-Qur`an akan bisa hidup di
masyarakat secara ruhi dan maddi. Mereka tidak canggung dan bingung dalam
mengikuti realita masyarakat. Saya teringat kata orang bijak: لا غربة للفاضل ولا وطن للجاهل (Tidak akan pernah
merasa asing (dimanapun berada) seorang yang berilmu (berkualitas) dan tidak
satupun tempat yang membuat betah seorang yang bodoh). Seorang yang berilmu
ibarat ubi, yang akan tumbuh dimanapun tanah dihinggapinya.
4. Pandai bermasyarakat
Salah satu skill yang dibutuhkan oleh alumni Mesir –selain kualitas
diri- adalah seni bergaul dan keterampilan membangun relasi dengan orang lain;
diantaranya dengan alumni Mesir yang sudah terlebih dulu pulang ke tanah air,
pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat secara umum. Perlu digaris
bawahi, saya tidak menuntun Anda untuk menjilat kepada pemerintah.
Dulu ketika di Kairo saya sempat punya pikiran; saya ini sarjana agama
dari Al-Azhar, ketika saya pulang, pekerjaan akan mencari saya, bukan saya yang
mencarinya. Saya leluasa memilih pekerjaan yang saya pandang cocok dengan saya.
Saya akan melakukan perubahan ini dan itu. Saya akan memperbaiki ini dan itu.
Saya akan cepat dikenal orang banyak dan menjadi tokoh berpengaruh. Idealis
sekali!
Tapi ketika pulang ke Indonesia tidak sepenuhnya begitu. Di awal
kedatangan kadang terasa seakan kita tidak dipandang orang. Biasa saja.
Terlebih tamatan Timur Tengah sudah mulai banyak di tanah air. Bahkan di
sebagian tempat ada yang sentimen mendengar "Lc". Saya kira saya
sendiri yang merasakannya, ternyata seperti itu juga yang dialami oleh sebagian
kawan-kawan lainnya. Terkadang juga timbul pikiran, kok rasanya agak sulit
menemukan tempat bekerja yang langsung siap menerima kita?! Apalagi jikalau
kenalan/relasi kurang. Terlebih jika berada di daerah baru.
Di Indonesia saya akhirnya mulai berpandangan bahwa bagaimanapun hebat
Anda di Kairo, ketika pulang ke Indonesia, Anda belum tentu langsung hebat di
Indonesia, mesti memulai dari awal. Seperti menaiki tangga; mesti menapaki anak
tangga satu persatu. Jarang-jarang yang bisa langsung eksis bekerja atau
langsung mendapat tempat di hati jamaah. Apalagi langsung sukses. Dan saya
amati pola hidup masyarakat secara umum; rata-rata mereka yang sudah mapan
secara karir dan ekonomi juga berpahit-pahit dulu di awalnya. Tertatih-tatih
menapaki jenjang karir dan ekonomi, sampai akhirnya meraih yang dikatakan
kemapanan.
Ketika menghadapi realita Indonesia nanti, saya himbau agar jangan
tergesa-gesa untuk mendapat popularitas, nama besar, prestise, gaji besar,
posisi yang empuk, dll.. Khawatirnya yang terjadi justru seperti kaidah fiqh: من استعجل شيئا قبل اوانه عوقب بحرمانه
(orang-orang yang tergesa-gesa untuk mendapatkan sesuatu sebelum waktunya,
justru terhalang untuk medapatkannya).
Diakui atau tidak, sebagian kawan-kawan kita mulai menelusuri pengalaman
untuk berdakwah dengan cara menggantikan jadwal para senior kita yang sudah ada
jadwal tetap di suatu masjid/tempat atau menggantikan mereka memenuhi undangan
ceramah pada momen-momen tertentu. Seiring dengan berjalan waktu, mereka
kemudian secara pribadi diminta mengisi jadwal oleh penanggungjawab pengajian.
Untuk meniti usaha di bidang bisnis, Anda juga butuh relasi agar bisnis
Anda mengalami kemajuan, terutama ketika mencari induk semang dan mencari
pasarnya. Untuk membangun usaha di bidang travel juga begitu. Butuh jemput
bola. Butuh mendekati jamaah. Tidak bisa hanya menunggu oporan bola dengan
mengandalkan label saya ini "sarjana agama tamatan Mesir".
Makanya, ketika baru pulang dari Kairo, luangkanlah waktu Anda untuk
bersilaturrahim kepada alumni Mesir yang sudah duluan menapaki dunia
pengabdian. Datangi mereka, dimanapun mereka berada dan bisa ditemui. Apalagi
sudah kenal dengan para alumni itu. Dari Mereka Anda bisa meraup pengalaman dan
memiliki gambaran tentang realita masyarakat yang akan dihadapi. Ada pencerahan
tentang peluang dan tantangan. Barangkali mereka menyodorkan lowongan kerja dan
proyek tertentu. Dan Sebelum pulang usahakanlah melebihkan oleh-oleh untuk alumni
dan tokoh masyarakat, sebagai wasilah untuk memulai silaturrahim dan mendapat
tempat di hati mereka.
Selain kepada para senior, datangi kawan-kawan yang sama-sama dari
Mesir. Terus bangun komunikasi dan bertukar informasi sesama alumni. Sekaligus
bertukar pengalaman. Jangan putus komunikasi dan jangan gengsi. Barangkali
mereka adalah orang yang paling bermanfaat membantu kita dalam merintis jalan
dakwah, mendapatkan pekerjaan, mengembangkan potensi diri, dll.
Perlu juga diketahui bahwa kadang-kadang senior kita atau kawan-kawan
kita, sangat sulit untuk ditemui. Karena mereka sibuk dengan pekerjaan mereka.
Sibuk memikirkan income untuk menafkahi keluarga mereka, dll.. Belum lagi jarak
yang memisahkan. Tidak sama dengan di Mesir. Meskipun terbentang jarak antara
Kairo-Tafahna/Zaqaziq, masih terasa dekat diabanding jarak Solok-Bukittinggi.
Mereka dipaksa oleh realita. Dari sini saya memaklumi bahwa wajar saja
organisasi ikatan alumni sulit digerakkan.
Saya sarankan, agar sejak dari Kairo berpandai-pandailah bergaul dengan
semua orang. Belajar untuk membuka diri dengan kawan yang bukan satu almamater,
beda daerah, lain kecendrungan pemahaman. Karena boleh jadi Anda ditaqdirkan
melanjutkan S2 di UNS Solo, di UIN Jogja, UIN Syarif Hidayatullah, IIQ, PTIQ
Jakarta, UIN Malang, UIN Sunan Ampel, UIN Sunan Gunungjati, UIN Suska
Pekanbaru, dll.. Jangan terjebak untuk bergaul hanya dengan kawan satu manhaj,
kawan satu almamater, kawan satu rumah, kawan satu afiliasi, dll. Buang
sekat-sekat yang ada di dalam diri. Karena di Indonesia akan sangat terasa
gunanya banyak kawan. Kawan yang banyak masih terasa sedikit. Akan sangat
terasa betapa ruginya dulu di Kairo tidak bergaul dengan banyak orang.
Saya pikir, mereka yang mendambakan membangun peradaban, mereka yang
menyatakan diri selaku da`i, mereka yang ingin melakukan perubahan, tidak akan
sanggup untuk sendirian menempuh lika-liku dakwah, membangun peradaban, dan
melaklukan perubahan. Butuh jamaah/jaringan. Tidak mungkin one men show dan
sudah tidak zamannya lagi perjuangan seperti itu.
Di akhir, sebelum mengakhiri, saya informasikan -dari pengamatan sekilas
saya pribadi- wadah alumni Timur tengah di Sumbar terpokus di:
1. Perguruan Islam Ar Risalah
2. Almamater masing-masing dan
3. Pesantren selain Ar Risalah dan almamater masing-masing.
4. Bekerja di Travel yang menyelenggarakan perjalanan haji dan umrah
5. Ma`had Zubair bin al `Awwam
6. Melanjutkan studi S2 di IAIN Padang
Di Pekanbaru terpokus di:
1. Ma`had al-Jami`iyah (asrama mahasiswa UIN Suska). Para Pembina asrama
dan pengisi materi yang dikurikulumkan umumnya para alumni Timur Tengah.
2. Markaz Al-Lughah (Pusat Bahasa/PB) UIN Suska. Instrukturnya umumnya
alumni Timur Tengah.
3. Pesantren Umar bin Khattab. Mereka bahkan merelay kajian-kajian
mereka melalui radio dan TV milik mereka. Wadah ini bisa dikatakan sebagai
representasi kawan-kawan Salafi.
5. Majlis Tafaqquh, yang dianggap mengadopsi karakter moderat Al Azhar.
6. Membuat atau bekerja di Travel yang menyelenggarakan perjalanan haji
dan umrah.
7. Al-Ihsan Boarding School, corak pembinaannya mirip dengan Perguruan
Islam Ar Risalah.
8. Almamater masing-masing
9. Pesantren selain Al Ihsan Boarding School dan almamater
masing-masing.
10. Melanjutkan studi S2 di UIN Suska Pekanbaru.
Barangkali ini sedikit rangkaian sharing dari saya pribadi yang bisa
saya paparkan pada kesempatan ini. Mudah-mudahan bisa saya sambung di
kesempatan yang lain. Saya mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaklayakan
apapun yang saya tulis. Semoga sharing seperti ini diperkaya oleh kawan-kawan
yang lain. Terima kasih sudah bersedia membaca.
Masyarakat KMM Mesir yang ingin bertukar pikiran dengan saya, bisa
menghubungi saya di:
HP: +62 853 5550 4463
Pin BB: 27B3F5F4
YM: alnof_84
Wassalam.